BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pendengaran merupakan lintasan
sensorik yang primer melalui anak, secara normal memperkembangkan kemampuan
berbicara serta bahasa mereka. Gangguan pendengaran pada usia berapapun dapat
terjadi, kendati hanya merupakan gangguan pendengaran dengan derajat yang
ringan sekalipun, akan dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan pada
kemampuan berbicara, penguasaan bahasa serta belajar. Oleh karena itu merupakan
sesuatu yang esensial bahwa terdapatnya kehilangan pendengaran pada anak dapat
dikenali sedini mungkin serta pengelolahannya direncanakan dengan segera.
Ketrampilan yang dimiliki oleh audiologist yang bersangkutan adalah
esensial dalam mengenali terdapatnya derajat tipe gangguan pendengaran yang
bersangkutan.
Komunikasi merupakan kebutuhan
dasar manusia sebagai suatu sarana untuk mengungkapkan konsep pikiran, perasaan
dan emosi. Salah satu komponen utama dalam berkomunikasi adalah kemampuan untuk
berbicara dan berbahasa. Wicara merupakan salah satu kemampuan yang diperoleh
melalui suatu proses perkembangan yang rumit, dimulai segera setelah bayi
lahir. Secara umum gangguan wicara diakibatkan oleh faktor organik, fungsional,
ataupun keduanya. Wicara adalah kemampuan berbahasa vokal (motorik) dengan
mengartikulasikan bahasa. Untuk dapat berbahasa membutuhkan kemahiran reseptif
(memahami bahasa), mengelolah infformasi yang diterima dan kemampuan ekspresif
(mengemukakan ide/kehendak, gagasan, dan pengetahuan kepada orang lain).
Ekspresi bahasa dapat disampaikan dalam bentuk wicara, mimik, isyarat, tulisan
maupun bahasa tubuh. Gangguan wicara pada anak erat kaitannya dalam proses
tumbuh kembang. Ada tidaknya gangguan wicara pada anak dapat dinilai dan
dievaluasi dengan membandingkan proses pematangan dan kemampuan inividu normal.
Pada anak kemampuan berbahasa
dan/atau wicara dapat normal, terlambat, terganggu atau menyimpang dari pola
normal. Ketidaktahuan akan tahap perkembangan mendengar dan wicara menyebabkan
kelambatan penemuan dini kasus-kasus gangguan wicara yang tentu saja berakibat
pada terlambatnya penanganan kasus.
Saat ini di Indonesia beluam ada
data pasti mengenai jumlah kasus anak dengan gangguan wicara dan berbahasa.
Data dari 808 anak yang datang dengan masalah gangguan wicara di Pusat
Kesehatan Telinga dan Gangguan Komunikasi bagian THT RSCM menunjukan 82.79 %
disebabkan gangguan pendengaran, sedangkan 15.35 % anak dengan gangguan wicara
tanpa masalah pendengaran.
I.2 Rumusan Masalah
Kemampuan berbicara daan
mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses tumbuh kembang yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor usia. Proses perkembangan dan
pertumbuhan ini tentunya melalui berbagai tahapan yang harus dialalui oleh
anak/bayi untuk dapat mencapai kemampuan berbicara dan mendengar secara baik.
Berdasarkan
uraian tersebut diatas maka yang menjadi term of reference dalam makalah
ini adalah :
q
Apa
yang dimaksudkan dengan cacat ganda ?
q
Bagaimana
proses perkembangan mendengar dan berbicara pada anak ?
q
Faktor-faktor
apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya (etiologi) gangguan bicara dan
gangguan pendengaran ?
q
Bagaimana
pathofisiologi, manifestasi klinis yang terjadi serta pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada cacat ganda ?
q
Bagaimana
penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien (anak) yang
menderita cacat ganda ?
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian
Cacat
ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan atau disfungsi perkembangan
pendengaran yang bersifat sensorineural yang diikuti oleh kerusakan
perkembangan berbahasa atau komunikasi. Gangguan pendengaran pada usia
berapapun dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan pendengaran dengan
derajat ringan sekalipun akan dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan pada
kemampuan berbicara, penguasaan bahasa serta belajar.
Permasalahan
yang paling utama dalam perkembangan anak-anak yang menderita kehilangan
pendengaran yang parah sampai berat/mendalam, adalah kemampuan mereka untuk
mengadakan komunikasi secara lisan dan bahasa yang mengalami gangguan. Anak
yang tuli memang memperkembangkan suatu bahasa serta serta anak tuli, yang
lahir pada orang tua yang tuli pulah mampu melakukan komunikasi satu sama
lainnya serta serta dengan para orang tua mereka dengan efektif.
Kemampuan
berbicara seseorang erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Stimulus bunyi
dalam perjalannya akan sampai pada pusat pendengaran yang terletak pada salah
satu bagian belahan otak kiri. Informasi bunyi ini akan diteruskan kebagian
lainnya dari otak yang berperan sebagai pusat bicara dan akan menghasilkan
sinyal bicara. Berdasarkan sinyal bunyi ini dimulai proses produksi bunyi.
Untuk
menghasilkan bunyi prosesnya juga tidak sederhana karena dibutuhkan kerjasama
berbagai organ tubuh dimulai dari aliran udara pernafasan yang berasal dari
paru-paru, getaran pita suara (fonasi) yang dilewati aliran udara sehingga di
hasilkan nada tertentu, pipa tenggorokan yang berperan sebagai tabung udara
yang menimbulkan getaran pada saat dilalui udara (resonansi), penutupan
langit-langit lunak agar udara tidak memasuki rongga hidung dan pengatupan
bibir dengan maksud udara terkumpul di rongga mulut, yang akan membuka pada
saat telah terjadi getaran pita suara. Proses ini masih diikuti dengan gerakan
tertentu dari otot-otot lidah, rongga mulut dan gigi sehingga terjadi penyusupan
suara kedalam bentuk kata-kata yang akan menandai karakter ujaran manusia
(artikulasi).
Kerja
berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan terkoordinasi
dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali otak melalui
syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas
bahwa gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan
berat), yang terjadi didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan
gangguan wicara.
II.2 Proses
Perkembangan Bicara dan Mendengar
- Proses
Perkembangan Mendengar
Kemampuan mendengar pada manusia
diperoleh melalui suatu proses tumbuh kembang sehingga dipengaruhi oleh
berbagai faktor terutama faktor usia. Pada bayi spektrum frekuensi suara masih
terbatas dan umumnya lebih sensitif terhadap bunyi dengan nada inggi. Demikian
pulah dengan reaksi yang diperlihatkan terhadap bunyi dipengaruhi oleh faaktor
usia. Sampai beberapa minggu setelah setelah lahir reaksi bayi terhadap bunyi
masih bersifat refleks, seperti menangis, terkejut, mengejapkan mata, membuka
mata, gerakan menarik lengan kearah tubuh, dan bernapas cepat.
Pada
usia sekitar 4 bulan, saat otot-otot mata telah cukup kuat maka iaa akan
berupaya mencari sumber bunyi dengan menggerakan bola matanya dan bila
otot-otot lehernya telah kuat bayi akan mampu mencari sumber bunyi dengan
menolehkan kepalanya. Reaksi terhadap bunyi juga dipengaruhi oleh pengalaman
yang diperoleh sebelumnya, baik berupa hal yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan. Kekerasan bunyi (intesitas) yang dibutuhkan untuk menimbulkan
respon juga dipengaruhi oleh faktor usia.
Secara
lebih terperinci tahap perkembangan fungsi pendengaran dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel. 1 Perkembangan Fungsi Pendengaran
Usia
(bulan)
|
Perkembangan fungsi Pendengaran |
Lahir
2
– 3
3
– 4
4
– 6
6
– 8
8
– 10
10
– 12
18
24
36
48
|
- Berespon
terhadap bunyi keras dengan refleks jejak
- Berespon
terhadap suara manusia dibandingkan dengan suara lain
- Menjadi
tenang dengan bunyi bernada rendah, seperti ninabobok atau denyut jantung.
Memalingkan kepala kesamping bila bunyi
dibuat setinggi telinga
Melokalisasi bunyi dengan memalingkan
kepala ke samping melihat kearah yang sama.
- Dapat
melokalisasi bunyi yg dibuat dibawah telinga, diatas telinga, akan
memalingkan muka keatas atau kebawah.
- Mulai
membuat bunyi tiruan
- Melokalisasi
bunyi dengan memalingkan kepala kearah melengkung
- Berespon
terhadap nama sendiri
Melokalisasi bunyi dengan memalingkan
kepala secara diagonal dan langsung kearah bunyi.
- Mengetahui
beberapa kata dan artinya seperti tidak atau nama anggota keluarga.
- Belajar
untuk mengendalikan dan menyesuaikan respon sendiri pada bunyi.
Mulai
mendiskriminasikan antara bunyi yang sangat berbeda, seperti mendengarkan
bunyi bel pintu dan telpon.
Menyaring
keterampilan diskriminatif kasar
Mulai
membedakan perbedaan yang lebih halus dalam bunyi bicara, seperti antara e
dan er.
- Mulai
membedakan bunyi serupa seperti f dan th atau antara s dan
f.
- Mendengarkan
menjadi lebih halus
- Mampu
untuk diuji dengan audiometer
|
- Proses
Perkembangan Bicara
Ada beberapa tahap perkembangan
berbicara pada seorang anak. Pada bayi baru lahir kontak dengan lingkungan
telah dimulai walaau hanya berupa ekspresi wajah atau menangis. Tahap
perkembangan berbicara paling awal adalah menangis (refleks vocalization), yang
akan diikuti oleh tahap kedua yang berlangsung pada usia 5 – 6 bulan berupa
ocehan ulang (babbling). Bunyi yang dihasilkan merupakan penggabungan konsonan
atau huruf mati seperti p, m, b, g dengan huruf vokal yang diulang, misalnya:
papapa, mamama, atau gagaga seperti sedang berguman.
Pada
usia sekitar 6 – 7 bulan, penggulangan bunyi tidak lagi bersifat refleks namun
karena bayi benar-benar mendengarkannya dan menyukaianya (lailing), bunyi yang
diproduksi misalnya: pa..pa, ma..ma, mi..mi dan sebagainya. Pada usia 10 bulan
suara yang dihasilkan merupakan peniruan terhadap sejumlah bunyi suara sendiri
atau bunyi yang didengar dari lingkungannya (echolalia). Selanjutnya pada usia
12-18 bulan telah dapat memproduksi kelompok kjata atau kalimat pendek (true
speech), anak sudah memperlihatkan kemampuan pemahaman bicara dan bahasa. Anak
telah dapat mengerti pembicaraan orang lain sebatas pengalaman dengar yang
telah dimilikinya. Apabila pada usia ini anak tidak mampu mengoceh atau meniru
pembicaraan orang lain maka perlu diwaspadai terhadap kemungkinan adanya
gangguan berbicara.
Secara
lebih terperinci tahap perkembangan kemampuan berbicara serta berbahasa dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel. 2 Karakteristik utama perkembangan bahasa dan bicara
Usia
(tahun)
|
Perkembangan
bahasa normal
|
Perkembangan
bicara normal
|
Kejelasan
|
1
2
3
4
– 5
5
– 6
|
- Mengatakan
2 – 3 kata dengan arti.
- Meniru
bunyi-bunyi binatang.
- Menggunakan
frase 2 atau tiga kata.
- Mempunyai
perbenda-haraan kata kira-kira 300 kata.
- Menggunakan
‘saya’, ‘aku’ dan ‘kamu.’
- Mengatakan
empat sampai lima kalimat.
- Mempunyai
900 per-bendaharaan kata.
- Menggunakan
siapa, apa, dimana dalam bertanya.
- Menggunakan
kata majemuk & kata ganti.
- Mempunyai
1500 sa-mpai 2100 perbenda-haraan kata.
- Mampu
menggunakan bentuk gramatik dgn benar seperti kalimat masa lampau dari kata
kerja ‘kemarin.’
- Menggunakan
kalimat lengkap dengan kata benda, kata kerja, pre-disposisi, kata sifat,
kata keterangan dan penghubung.
- Mempunyai
perbenda-haraan kata 3000 kata, memahami ‘jika’, ‘ka-rena’ dan ‘mengapa’
|
- Mengabaikan
hampir semua konsonan akhir dan beberapa konsonan awal.
- Mengganti
konsonan m, w, p, b, k, g, n, t, d, dan h dengan bunyi yang lebih sulit.
- Menggunakan
kon-sonan diatas dengan huruf hidup, tetapi secara tidak konsisten dgn banyak
penggan-tian.
- Pengabaian
konsonan akhir
- Keterlambatan
artiku-lasi dibelakang perben-daharaan kata.
- Menguasai
‘b, t, d, k dan g’, bunyi ‘r’ dan ‘l’ mungkin masih tidak jelas, mengabai-kan
atau menambahkan ‘w’
- Pengulangan
dan keragu-raguan umum terjadi.
- Menguasai
‘f’ dan ‘v’ mungkin masih tidak jelas ‘r’, ‘l’, ‘s’, ‘z’, ‘ch’, ‘y’, dan
‘th.’
- Sedikit
atau tidak ada pengabaian dari konso-nan awal atau akhir.
Mengiasai
r, l, dan th mungkin menyimpang pada s, z, sh, dan j (biasanya dikuasai pada
usia 7,5 sampai 8 tahun)
|
-
Biasanya
tidak lebih dari 25% kejelasan untuk pendengaran yang tidak di kenal.
-
Ketinggian
bahasa tertentu yang tidak jelas pada usia 18 bulan
Pada
usia 2 tahun kejelasan 50% dalam konteks.
Pada
usia 3 tahun, kejelasan 75%.
Bicara
jelas 100% meskipun bunyi ma-sih tidak sempurna.
|
II.3 Etiologi
Secara
umum diketahui beberapa faktor yang diketahui menjadi faktor penyebab
terjadinya kerusakan pendengaran yang berdampak pada gangguan berbicara (cacat
ganda) yaitu sebagai berikut :
- Masa
prenatal :
1)
Genetik
herediter
2)
Non
genetik, seperti gangguan pada masa kehamilan (infeksi oleh bakteri atau virus:
TORCH, campak, parotis), kelainan struktur anatomik (misalnya akibat
obat-obatan ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea), dan kekurangan
zat gizi.
- Masa
perinatal :
Prematuritas,
berat badan lahir rendah (< 2.500 gram), tindakan dengan alat pada proses
kelahiran (ekstraksi vacum, forcep), hiperbilirubinemia (> 20 mg/100ml),
asfiksia, dan anoksia otak merupakan faktor resiko terjadinya cacat ganda.
- Masa
postnatal :
Adanya
infeksi bakterial atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi otak,
perdarahan pada telinga tengah dan trauma temporal dapat menyebabkan tuli
konduktif yang dapat mengakibatkan gangguan wicara.
II.4 Patofisiologi
Permasalahan
yang paling utama dalam perkembangan anak-anak yang menderita kehilangan
pendengaran yang parah sampai berat/mendalam, adalah kemampuan mereka untuk
mengadakan komunikasi secara lisan dan bahasa yang mengalami gangguan. Untuk
menghasilkan bunyi prosesnya juga tidak sederhana karena dibutuhkan kerjasama
berbagai organ tubuh dimulai dari aliran udara pernafasan yang berasal dari
paru-paru, getaran pita suara (fonasi) yang dilewati aliran udara sehingga di
hasilkan nada tertentu, pipa tenggorokan yang berperan sebagai tabung udara
yang menimbulkan getaran pada saat dilalui udara (resonansi), penutupan
langit-langit lunak agar udara tidak memasuki rongga hidung dan pengatupan
bibir dengan maksud udara terkumpul di rongga mulut, yang akan membuka pada
saat telah terjadi getaran pita suara. Proses ini masih diikuti dengan gerakan
tertentu dari otot-otot lidah, rongga mulut dan gigi sehingga terjadi
penyusupan suara kedalam bentuk kata-kata yang akan menandai karakter
artikulasi.
Berbagai
faktor penyebab seperti kelainan struktur anatomi, infeksi oleh mikroorganisme,
atau penyebab lain akan menyebabkan kerusakan pada struktur koklea dan nervus
akustik berupa atrophi dan degererasi sel-sel rambut penunjang pada organ dan
reseptor corti disertai perubahan vasculer pada stria vaskularis. Hal
ini akan menyebabkan gangguan penghantaran/transmisi impuls pada nuclei
cochlearis (sebagai tempat untuk merespon frekuensi bunyi) dan nuclei
olivaris superior (sebagai penentu ketepatan lokasi dan arah sumber bunyi)
yang menyebabkan impuls ini tidak dapat dipersepsikan oleh nervus auditorius
melalui serabut eferent.
Kerja
berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan terkoordinasi
dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali otak melalui
syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas
bahwa gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan
berat), yang terjadi didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan
gangguan wicara.
II.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi
klinik yang timbul pada anak yang mengalami gangguan pendengaran yang diikuti
oleh gangguan berkomunikasi adalah :
ü Pendengaran akan
berkurang secara perlahan-lahan, progresif dan simetris pada kedua telinga.
ü Telinga berdenging
ü Klien dapat mendengar
suara tetapi sulit memahaminya
ü Dapat disertai oleh
nyeri, tinitus, dan vertigo
Berdasarkan
perkembangan fungsi pendengaran diatas, ada beberapa indikator yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya adanya kerusakan pendengaran :
q
Respon Orientasi
-
Kurangnya refleks beguman atau
mengedip pada bunyi keras
-
Menetapnya refleks Moro diatas 4
bln (dihubungkan dengan retardasi mental)
-
Kegagalan untuk terbangun oleh
kebisingan lingkungan yang keras selama masa bayi
-
Kegagalan untuk melokalisasi
sumber bunyi pada usia 6 bln
-
Kesamaan umum pada bunyi
-
Kurangnya respon terhadap kata
yang diucapkan, gagal untuk mengikuti petunjuk verbal
-
Respon terhadap bising keras
sebagai perlawanan terhadap bunyi
q Vokalisasi dan Produksi Bunyi
-
Kualitas monoton, bicara tidak
jelas, kurang tertawa
-
Kualitas normal pada kehilangan
auditorius pusat
-
Kurang pengalaman bermain bunyi
dan menjerit
-
Penggunaan normal jargon selama
awal masa bayi kehilangan auditorius pusat.
-
Tidak ada gumanan atau perubahan
nada suara pada usia 7 tahun.
-
Kegagalan untuk mengembangkan
bicara yang jelas pada usia 24 bulan.
-
Bermain vokal, membenturkan
kepala, atau ketukan kaki untuk sensasi vibrasiBerteriak atau bunyi melengking
untuk mengekspresikan kesenangan, kejengkelan, atau kebutuhan.
q Perhatian Visual
-
Menambah kesadaran visual dan
perhatian
-
Berespon lebih banyak pada
ekspresi wajah daripada penjelasan verbal.
-
Waspada pada sikap tubuh dan
gerakan
-
Penggunaan sikap tubuh bukan
verbalisasi untuk mengekspresikan keinginan, khususnya setelah 15 bulan
q
Hubungan Sosial dan Adaptasi
-
Kuang berminat dan kurang terlibat
dalam permainan vokal preokupasi terus-menerus dengan benda daripada orang
-
Menghindari interaksi sosial,
sering bingung dan tidak bahagia dalam situasi tersebut
-
Ekspresi wajah bertanya, kadang
bingung
-
Kesadaran curiga, kadang
diintepretasikan sebagai paranoia, bergantian dengan kerjasama
-
Reaktivitas nyata terhadap pujian,
perhatian, dan afeksi fisik
-
Menunjukan kurang minat kepada
teman sebaya dalam percakapan
-
Sering tidak memperhatikan kecuali
jika lingkungan tenang dan pembicara dekat dengan anak
-
Lebih responsif pada gerakan
darpada bunyi
-
Terus menerus memperhatikan kecuali
wajah pembicara, berespon lebih terhdap ekspresi wajah daripada verbalisasi
-
Sering meminta pengulangan
pertanyaan
-
Mungkin tidak mengikuti pengarahan
dengan tepat
q Perilaku Emosional
-
Menggunakan kemarahan untuk
memancing perhatian pada dirinya atau kebutuhannya
-
Sering keras kepala karena
kurangnya pemahaman
-
Peka rangsang karena tidak
memahami
-
Malu, takut dan menarik diri
-
Sering tampak bermimpi dalam
dunianya sendiri atau tidak perhatian sama sekali.
Selain
itu adapun petunjuk yang dapat dijadikan sebagai pedoman rujukan mengenai
kerusakan komunikasi yaitu sebagai berikut :
Tabel.
Pedoman rujukan mengenai kerusakan komunikasi
Usia
|
Temuan
Pengkajian
|
2
tahun
3
tahun
5
tahun
Usia
Sekolah
Umum
|
-
Gagal untuk berbicara kata-kata bermakna secara
spontan
-
Penggunaan sikap tubuh yang konsisten bukan
vokalisasi
-
Kesulitan dalam mengikuti petunjuk verbal
-
Gagal untuk berespon secara konsisten
terhadap bunyi
-
Bicara sangat tidak jelas
-
gagal untuk menggunakan kalimat dari tiga
kata-kata atau lebih
-
Sering mengabaikan konsosnan awal
-
Penggunaan huruf hidup bukan konsonan
-
Gagap atau jenis ketidakfasihan yang lain
-
Struktur kalimat secara nyata terganggu
-
Mengganti suara-suara yang mudah dihasilkan
dengan bunyi-bunyi yang sulit
-
Menghilangkan ujung kata (jamak, kalimat
kerja, dan sebagainya)
-
Kualitas suara buruk (monoton, keras, atau
hampir tidak terdengar)
-
Nada suara tidak jelas untuk usianya
-
Adanya distorsi, pengabaian atau penambahan
bunyi setelah 7 tahun
-
Bicara yang berhubungan dicirikan dengan
penggunaan konfusi yang tidak biasa atau kebalikan
-
Ada anak dengan tanda-tanda yang menunjukan
kerusakan pendengaran
-
Ada anak yang malu atau terganggu oleh
bicaranya sendiri
-
Orang tua yang perhatiannya terlalu
berlebihan atau yang terlalu menekan anak untuk bicara pada tingkat diatas
usia yang seharusnya.
|
II.6 Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat
berbagai jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai kemampuan
mendengar yang dapat merusak gangguan wicara anak/bayi yaitu :
1)
Pemeriksaan
secara kualitatif dengan menggunakan garpu tala yang meliputi :
ü Tes penala
ü Tes Rinne
ü Tes Weber
ü Tes Schwabach
2)
Pemeriksaan
secara kuantitatif yang meliputi :
ü Free field test untuk menilai kemampuan
anak dalam memberikan respon terhadap sumber bunyi.
ü Behavioral observation, (0-6 bulan)
ü Conditioned test, (2-4 tahun)
ü Audiometri nada murni (anak > 4 tahun yang
kooperatif)
ü BERA (brain evoked
response audiometry),
yang dapat memberikan informasi obyektif tentang fungsi pendengaran pada bayi
baru lahir.
II.7 Penatalaksanaan
Penemuan
kasus gangguan pendengaran dan bicara serta berbahasa dalam bentuk apapun harus
dilakukan sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan penanganan lebih cepat
sehingga cacat bicara ataupun komunikasi ini dapat diatasi. Dengan memahami
tahapan perkembangan bicara dan mendengar, diharapkan orang tua dapat segera
membawa anak yang diduga mengalami keterlambatan atau gangguan berbicara dan
mendengar tersebut pada ahlinya.
Untuk
memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran serta upaya
penanganan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah ahli dari berbagai
disiplin ilmu, antara lain: dokter THT, dokter syaraf anak, ahli psikologi,
ahli jiwa, dan ahli terapi bicara.
II.8 Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian
:
q
Pengkajian
Fisik
q
Anamnese,
yang meliputi :
1.
Riwayat
Keluarga :
-
Gangguan
genetik yang berhubungan dengan kerusakan pendengaran atau berbicara.
-
Anggota
keluarga, khususnya saudara ataupun orang tua dengan gangguan pendengaran atau
bicara.
2.
Riwayat
Prenatal :
-
Keguguran/abortus
-
Penyakita
yang menyeratai kehamilan (rubella, sifilis, diabetes)
-
Pengobatan
yang diperoleh selama kehamilan
-
Eklamsia
3.
Riwayat
Persalinan :
-
Durasi
persalinan, tipe persalinan
-
Gawat
janin
-
Presentasi
(terutama letak sungsang)
-
Pengobatan
yang digunakan
-
Ketidakcocokan
darah
4.
Riwayat
Kelahiran
-
Berat
badan lahir < 1500 g
-
Hiperbilirubinemia
yang berlebihan merupakan indikasi untuk exchange transfusi
-
Asfiksia
berat
-
Prematuritas
-
Infeksi
virus perinatal kongenital (sitomegalivirus, rubela, herpes, sifilis,
toksoplasmosis)
-
Anomali
kongenital yang mengenai kepala dan leher
5.
Riwayat
Kesehatan Masa lalu
-
Immunisasi
-
Penyakit
sistem syarat seperti meningitis bakterial
-
Kejang
-
Demam
tinggi yang tidak diketahui penyebabnya
-
Obat
ototoksik
-
Pilek,
infeksi telinga dan alergi
-
Kesulitan
penglihatan
-
Terpapar
bising yang berlebihan
6.
Perkembangan
Pendengaran
-
Kekhawatiran
orang tua mengenai kerusakan pendengan (apa petunjuknya serta usia berapa)
-
Respon
terhadap suara, bising yang keras, bunyi dengan frekuensi yang berbeda.
-
Akibat
pengujian audiometrik sebelumnya
7.
Perkembangan
Bicara
-
Usia
berguman, kata pertama yang bermakna dan frase
-
Kejelasan
bicara
-
Perbendaharaan
kata terakhir
8.
Perkembangan
Motorik
-
Usia
duduk, berdiri dan berjalan
-
Tingkat
kemandirian dalam perawatan diri, makan, toileting, dan berdandan
9.
Perilaku
Adaptif
-
Aktivitas
bermain
-
Sosialisasi
dengan anak lain
-
Perilaku;
tempertranum, menyerang, self-vexation, stimulus fibrasi
-
Pencapaian
pendidikan
-
Perilaku
terbaru/atau perubahan kepribadian
b.
Diagnosa
Keperawatan :
1)
Perubahan
sensori/persepsi (auditorius) berhubungan dengan kerusakan pendengaran.
2)
Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mendengar petunjuk
audiotorius.
3)
Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kerusakan komunikasi.
4)
Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan diagnosa ketulian pada anak.
5)
Resiko
tinggi cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan, infeksi.
6)
Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi/peradangan.
7)
Kecemasan
orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang konisi anaknya.
c.
Intervensi
Keperawatan/Rasional
Perubahan
sensori/persepsi (auditorius) berhubungan dengan kerusakan pendengaran.
§ Sasaran : Pasien
mengalami potensial pendengaran maksimum.
§ Hasil yang diharapkan :
-
Anak
memerlukan dan menggunakan alat bantu dengar dengan tepat.
-
Anak
tidak memakan/teraspirasi batere alat bantu dengar
§ Intervensi :
-
Bantu
keluarga mencari penyalur alat bantu dengar.
Rasional : Untuk menentukan satu
alat yang dapat dipercaya.
-
Diskusikan
tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat.
Rasional : Untuk menjamin
keuntungan yang lebih maksimum.
-
Tekankan
pada keluarga pentingnya penyimpanan alat batu dengar dan ajari anak untuk
menggunakan dan mengatur alat bantu dengar tersebut.
Rasional : Untuk mencegah anak memakan alat bantu dan memanfaatkannya
secara maksimum.
-
Bantu
anak berfokus pada semua bunyi dilingkungan dan mendiskusikan hal tersebut.
Rasional : Untuk memaksimalkan pendengaran.
-
Untuk
anak yang lebih besar, diskusikan metode penyamaran alat bantu
Rasional : Untuk membuatnya tidak menyolok
dimata/dilihat.
Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mendengar petunjuk
audiotorius.
§ Sasaran :
-
Pasien
terlibat dalam proses komunikasi dalam batas kerusakan
-
Pasien
menunjukan kemampuan membaca gerak bibir.
§ Hasil yang diharapkan :
-
Klien
terlibat dalam proses komunikasi dalam batas kerusakan.
-
Pasien
menunjukan kemampuan untuk membaca gerak bibir.
-
Anak
berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang diajarkan.
-
Individu
yang berkomunikasi denga anak menggunakan teknik komunikasi yang baik.
§ Intervensi :
-
Dorong
keluarga untuk ikut dalam program rehabilitasi dengan mempelajari bahasa
isyarat.
Rasional : Melanjutkan pembelajaran dirumah dengan bahasa isyarat sebagai
metode komunikasi.
-
Ajari
bahasa untuk menyampaikan tujuan yang bermanfaat.
Rasional : Membantu dalam proses komunikasi.
-
Dorong
penggunaan bahasa dan buku dirumah.
Rasional : Merangsang komunikasi verbal dan meningkatkan perkembangan
normal.
-
Dorong
klien untuk memperbaiki bicara dan menggunakan bahasa spontan.
Rasional : Meningkatkan perkembangan bicara.
-
Melakukan
tes untuk masalah penglihatan.
Rasional : Mengidentifikasi masalah penglihatan yang dapat mengganggu
pembelajaran membaca gerak bibir atau penggunaan bahasa isyarat.
-
Ajari
keluarga dan orang lain yang terlibat dengan anak tentang perilaku yang
memudahkan untuk membaca gerak bibir.
Rasional : Meningkatkan proses komunikasi.
Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kerusakan komunikasi.
§ Sasaran :
-
Pasien
mencapai kemandirian optimal sesuai dengan usia.
-
Pasien
mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas bermain dan
sosialisasi.
-
Pasien
mendapat kesempatan pendidikan dikelas reguler.
§ Hasil yang diharapkan :
-
Anak
melakukan aktivitas hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangan.
-
Anak
mempunyai hubungan dan pengalaman dengan teman sebaya.
-
Anak
masuk sekolah dengan teratur.
-
Anak
berkomunikasi dengan orang lain dikelas.
§ Intervensi :
-
Bantu
keluarga mengalihkan praktik membesarkan anak normal pada klien.
Rasional : Meningkatkan perkembangan optimal.
-
Ajarkan
anak untuk mandiri dalam perawatan diri dan berikan alat-alat yang membantu
kemandiriannya.
Rasional : Membantu meningkatkan perkembangan yang optimal.
-
Diskusikan
dengan keluarga tentang pentingnya disiplin dan penyusunan batasan-batasan.
Rasional : Merangsang anak memenuhi kebutuhan ini.
-
Bantu
keluarga dalam memilih mainan.
Rasional : Memaksimalkan penggunaan indera penglihatan dan taktil, serta
pendengaran residual.
-
Dorong
anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas kelompok dan mengembangkan
persahabatan dengan teman sebaya.
Rasional : Membantu meningkatkan sosialisasi dan menciptakan kesenangan
pada anak.
-
Bantu
anak mengikuti diskusi kelompok dengan menunjuk pembicara dan mengatur kelompok
untuk duduk semi lingkaran.
Rasional : Membantu dalam mendengar dan/atau membaca gerak bibir.
-
Anjurkan
menggunakan televisi yang memakai tulisan.
Rasional : meningkatkan kesenangan pada anak.
-
Diskusikan
dengan guru dan anak tentang cara berkomunikasi efektif..
Rasional : Memfasilitasi pendidikan anak
Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan diagnosa ketulian pada anak.
§ Sasaran :
-
Pasien
(keluarga) menyesuaikan diri terhadap kehilangan pendengaran.
-
Pasien
(keluarga) mendapat dukungan emosional.
-
Keluarga
menunjukan kedekatan pada anak.
§ Hasil yang diharapkan :
-
Keluarga
mengekspresikan kekhawatirannya terhadap kehilangan pendengaraan pada anak
-
Keluarga
menunjukan pemahaman tentaang implikasi kehilangan pendengaran.
-
Keluarga
terlibat dalam program yang tepat dan menyediakan diri menjadi sumber.
-
Keluarga
menunjukan hubungan yang positif.
§ Intervensi :
-
Beri
kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan dan kekhawatirannya
Rasional : Meningkatkan penyesuaian.
-
Antisipasi
reaksi berduka dan bantu keluarga menghadapi perasaannya tentang respon
sebelumnya terhadap anak.
Rasional : Meminimalkan perasaan bersalah dan sebagai penyesuaian terhadap
kehilangan.
-
Diskusikan
keuntungn dan batasan alat bantu dengan jenis kehilangan pendengaran yang
berbeda.
Rasional : Membantu keluarga untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi.
-
Dorong
rehabilitasi formal sesegera mungkin.
Rasional : Membantu mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan normal
anak.
-
Bantu
keluarga untuk bepartisipasi dan mendiskusikan perasaan mereka.
Rasional : Meningkatkan koping dan membantu memberikan dukungan bagi
klien.
-
Tekankan
kemampuan anak bukan ketidakmampuannya.
Rasional : Meningkatkan perkembangan optimal pada anak.
-
Bantu
keluarga mengidentifikasi petunjuk-petunjuk verbal untuk meningkatkan
komunikasi anaknya.
Rasional : Membantu meningkatkan kemampuan komunikasi sebagai bagian
penting dari proses kedekatan.
-
Dorong
keluarga untuk menstimuli anak dengan isyarat visual dan tekankan untuk terus
berbicara dengan anak meskipun ia tidak mendengar.
Rasional : Meningkatkan normalisasi dan membantu anak memahami penggunaan
bahasa isyarat.
Resiko
tinggi cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan, infeksi.
§ Sasaran :
-
Pasien
tidak mengalami kehilangan pendengaran yang lebih parah.
§ Hasil yang diharapkan :
-
Anak
tidak mengalami pendengaran.
-
Anak
tidak terpapar pada tingkat kebisingan yang berlebihan.
-
Anak
diimunisasi dengan cepat.
§ Intervensi :
-
Bagi
bayi, anjurkan untuk imunisasi pada usia yang tepat.
Rasional : Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural yang didapat
karena penyakit masa anak-anak.
-
Minimalkan
tingkat kebisingan
Rasional : Mencegah kerusakan atau kehilangan pendengaran.
-
Cegah
infeksi telinga dengan melakukan deteksi ini.
Rasional : Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural.
-
Tingkatkan
kepatuhan terhadap terhadap program pengobatan terhadap otitis media.
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan pendengaran akibat otitis media
dan membantu perbaikan.
-
Evaluasi
kemampuan auditorius yang cenderung mengalami masalah telinga.
Rasional : Mendeteksi dini kerusakan pendengaran.
-
Kaji
sumber-sumber kebisingan yang berlebihan disekitar anak dan lakukan tindakan
untuk mengurangi tingkat kebisingan.
Rasional : Kebisingan yang berlebihan menyebabkan kehilangan pendengaran
sesorineural.
Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi/peradangan.
§ Hasil yang diharapkan :
Anak menunjukan suhu tubuh dalam batas normal (37˚C)
§ Intervensi :
-
Pantau
suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, perhatikan apakah anak menggigil.
Rasional : Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba. Suhu 38,9˚C – 41,1˚C
menunjukan proses infeksi. Menggigil sering mendahului puncak peningkatan suhu.
-
Pertahankan
lingkungan yang sejuk.
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahakan suhu mendekati
normal.
-
Beri
kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol/es.
Rasional : Membantu mengurangi demam. Alkohol/air es dapat menyebabkan
kedinginan dan mengeringkan kulit.
-
Beri
antipiretik (asetaminofen, ibuprofen) esuai indikasi.
Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus.
Kecemasan
orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang konisi anaknya.
§ Hasil yang diharapkan :
Kecemasan orang tua berkurang yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan
mereka dalam mendampingi dan memberi dukungan pada anak dengan menjelaskan
kondisinya.
§ Intervensi :
-
Berikan
informasi yang adekuat pada orang tua dan keluarga.
Rasional : Informasi yang adekuat merupakan suatu apek penting dalam
membantu proses perawatan klien.
-
Biarkan
orang tua tetap mendampingi klien selama hospitalisasi.
Rasional : Orang tua dapat mengetahui perkembangan informasi tentang
kondisi anaknya.
-
Kaji
pehaman orang tua tentang kondisi anaknya dan gambaran perawatan.
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman orang tua tentang konsi
anaknya dan gambaran perawatan sehingga dapat membantu dalam melaksanakan
intervensi selanjutnya.
-
Jelaskan
semua prosedur pada anak dan orang tua (keluarga).
Rasional : Untuk meminimalkan rasa takut/cemas terhadap hal-hal yang tidak
diketahui.
-
Beri
dukungan emosional pada orang tua selama
anak masih dirawat di RS.
Rasional : Diharapkan orang tua dapat mengenal dan menghadapi rasa cemas
dengan adanya dukungan dan konseling.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan
uraian tersebut diatas maka dapat dismpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut
:
1.
Cacat
ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan / ketidakmampuan dalam proses
pendengaran yang baik itu konduktif ataupun sensorineural, yang diikuti oleh
gangguan dalam berbicara/berbahasa sebagai manifestasi dari kerusakan reseptor
yang berfungsi sebagai transmisi impuls suara.
2.
Gangguan
pendengaran ini disebabkan oleh berbagai faktor terutama selama masa
pre-nataal, perinatal dan post-natal. Tidak semua gangguan pendengaran akan
menyebabkan kerusakan/gangguan pada komunikasi.
3.
Untuk
memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran serta upaya
penanganan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah ahli dari berbagai
disiplin ilmu. Oleh karenya penting untuk mengenal sejak dini tanda-tanda
perkembangan pendengaran yang abnormal.
III.2 Saran
Makalah
kecil ini mencoba mengupas konsep medis dan konsep keperawatan tentang cacat
ganda. Kelompok menyadari bahwa apa yang disajikan masih jauh dari
kesempurnaan, dan oleh karenya kelompok sangat mengharapkan masukan dari
rekan-rekan mahasiswa dan terlebih kepada Ibu dosen pembimbing mata kuliah ini,
sehingga apa yang dibahas diatas tidak hanya merupakan sesuatu yang sifatnya
hanya merupakan sebuah konseptual, melainkan dapat menjadi pijakan bagi
mahasiswa dalam konteks aplikatifnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nelson, Ilmu
Kesehatan Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1988.
Suwanto
R. Hendarmin, Deteksi Dini Gangguan Pendengaran pada Anak untuk
Optimalisasi Perkembangan Kecerdasan, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
1996.
Roamadewi,
Terapi Wicara pada Anak dengan Gangguan Keterlambatan Wicara dan Bahasa,
Akademi Terapi Wicara – YBC, Jakarta, 2000.
Donna L.
Wong, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2003.
Arif
Manjoer dkk., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta, 2001.
Internet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar